Stasiun Balapulang

Stasiun Balapulang
Kereta BBM di Dukuh Lapang

Stasiun Balapulang

Stasiun Balapulang
Kenangan Masa Kecil

Stasiun Balapulang

Stasiun Balapulang
Aku Jadi Teringat Sama Yatno

Stasiun Balapulang

Stasiun Balapulang
Tempat Bermain Waktu Kecil

Selasa, 18 Mei 2010

Abu Dikin (Masih Ada Yang Baik)

Entah ini suatu kebetelan atau memang saya tidak sengaja sering menjumpai beberapa kejadian, khususnya dengan orang-orang yang berjenggot panjang atau biasa di sebut 'abu dikin'. Kejadian-kejadian yang saya alami disini banyak sisi negatifnya daripada baiknya. Padahal orang yang berjenggot panjang itu umumnya mengikuti sunah rosul, dan tentunya tau hal-hal mengenai ajaran islam.

Namun yang saya jumpai justru orang-orang yang berjenggot panjang itu termasuk tidak mengamalkan ajaran-ajaran yang rosul wariskan. Bukan cuma sekali aku melihat dengan kepala sendiri kelakuan seorang abu dikin. Sampai saya heran, kenapa seorang muslimin yang dilahirkan dan hidup di negara kelahiran islam perbuatannya justru menurut saya nggak menerapkan pribadi seorang muslim.

Akan saya ceritakan kejadian-kejadian yang pernah saya alami mengenai orang yang berjenggot panjang. Kejadian ini mungkin bukan untuk yang pertama kali saya jumpai, namun saya akan mulai cerita;
Di sebuah Mustasaf (Poliklinik) di Jeddah, sehabis majikan berobat mobil saya di tempat parkir dihalangi mobil lain sehingga kami nggak bisa keluar. Waktu itu majikan dalam kondisi sakit dan harus cepat-cepat pulang ke rumah karena kondisinya lemah dan sering nggak bisa nahan kencing.

Saya masuk ke Mustasaf tersebut mengkonfirmasikan mobil siapa yang parkir menghalangi mobil saya. Beberapa orang saya tanyakan namun tak satu pun yang tahu atau mengakui mobil tersebut. Sampai di suatu ruangan tampak beberapa laki-laki sedang ngobrol sambil minum sahi, tetep nggak ada yang ngaku. Detik demi detik, menit demi menit berlalu, majikan sudah tampak kelelahan hingga hampir satu jam kami nunggu.

Nggak taunya, orang berjenggot yang tadi minum sahi sambil bercanda itu yang punya mobil. Seperti nggak punya salah dia cukup ngucap "malis" (maaf) sambil berlalu. Seandainya dia sendiri yang dihalangi mobilnya sama orang lain, kata maaf pasti belum cukup dan masih ditambahi kata-kata kotor dan kata-kata binatang yang sering di sebut orang- orang arab.

Kejadian yang kedua kualami di daerah Zahir Makkah. Sebuah mobil parkir di tengah jalan memacetkan jalanan sampai ngantri panjang. Padahal agak maju sedikit ada temapat kosong untuk parkir, kenapa nggak mau parkir walau dia cuma sebentar? Seorang abu dikin keluar dari laundri habis ngambil cucian. Tampak nggak punya salah langsung masuk ke mobilnya, padahal orang arab lainnya banyak mencaci karena ulahnya.

Berikutnya di Jarwal Makkah, ketika mobilku mau keluar menuju jalan raya dari pasar, sebuah mobil jep nyelonong masuk ke gang dengan kecepatan tinggi. Mobil saya di serempet yang sudah berhenti, dia tetep maju nggak mau berhenti. Sopirnya jenggotnya panjang, saya langsung tegur, "anda nggak punya sabar pak?". Dia langsung jawab. "sabar kalau sudah di kubur". "itu kah jawaban seorang muslimin?" kata saya lagi.

Dia nggak jawab, padahal di dalam mobil dia bersama keluarganya. Secara tidak langsung dia mengajarkan kepada anaknya yang masih kecil, tidak mengajari adab dan sopan santun di jalan. Anehnya orang arab kalau di bilang nggak punya adab marah. Tapi orang arab sendiri yang namanya adab, tata krama, sopan santun tidak diterapkan dalam sehari-sehari. Begitukah pribadi seorang muslim di arab?

Masih di daerah Jarwal Makkah, seorang abu dikin nggak punya aturan dalam mengendarai mobil. Dia habis belanja tanpa sabar langsung nyelonong keluar. Bukannya mengikuti arah kendaraan lain tapi dia melawan arah. Akhirnay terjadi kemacetan, sempat di bilangin orang arab lain untuk mengikuti jalur tapi dia malah nggak terima. Pertengkeran dan saling umpat pun akhirnya terjadi. Kok nggak punya malu ya?

Dan banyak lagi kejadian-kejadian yang saya alami mengenai orang yang berjenggot panjang atau abu dikin perbuatannya (masih menurut saya) nggak mikirin kepentingan orang lain. Bahkan sangat merugikan orang lain meskipun kalau dia sendiri nggak mau dirugikan barang sedikit. Bukan rahasia lagi kebanyakan orang arab nggak punya sabar, meskipun dia sering nasehatin orang lain suruh sabar.

Lain halnya denagan abu dikin yang saya kenal satu ini. Dia orangnya sopan nggak banyak omong, hafal al qur'an dan betul-betul beriman. Punya pembantu nggak pernah lirak-lirik seperti orang lain yang suka pegang-pegang (maaf) pantat pembantu. Kalau perlu sama pembantu manggilnya jarak jauh dan sama sekali nggak mau melihat wajah pembantunya sendiri apa lagi wanita lain.

Sembilan tahun saya mengenal abu dikin yang satu ini karena kebetulan saya bekerja di keluarganya. Dia mau menghargai orang lain dan tidak pernah menganggap pembantu sebagai budak, sepeti kebanyakan orang yang memperkejakan pembantu seenaknya sendiri tanpa mengenal waktu. Kadang pembantu punya waktu istirahat cuma empat jam dalam sehari semalam.

Bukan hanya di dalam rumah dia berbuat kebaikan, ketika keluar rumah pun dia sikapnya baik. Sering menasehati atau menegur orang lain untuk berbuat baik, kalau ada orang yang berbuat keburukan. Harapan saya semoga masih banyak oarang-orang yang berjenggot panjang melakukan hal kabaikan. Bukan munafik, jenggotnya panjang tapi perbutannya selalu merugikan orang lain.


Kisah-kisah di atas menjadi pengalaman pribadi saya selama bekerja di negeri kerajaan yang mayoritas muslim. Ternyata banyak hal yang saya ambil dari sisi positifnya, melatih kesabaran saya untuk menghadapi orang-orang yang nggak punya sabar. Meskipun orang tersebut tau tentang banyak hal mengenai pribadi sebagai seorang muslim dalam kesehariannya, termasuk kesabaran.